31 May 2011

keresahan yang membahagiakan (nih, kubagi!)

Saya bahkan tidak tahu ini apa, salah satu karya Farid, dan ini kontemporer? mbuh, yo!

Post ini berawal dari pertanyaan-pertanyaan tentang keresahan saya mengenai arti saklek dari seni kontemporer (yang bikin tugas akhir saya ngganjel dan kena tanggung kurang tuntas). Boro-boro definisi seni kontemporer, lha wong definisi dari seni itu sendiri saja masih membingungkan buat seorang awam seperti saya. Apa sih arti seni? banyak yang mengatakan, segala sesuatu yang indah merupakan seni. sedangkan bagi saya, keindahan itu berujung pada selera, seperti yang sering kita dengar selama ini: cantik itu relatif. Jadi bisa dikatakan seni itu bagian dari selera masing-masing individu? Bisa saja si A bilang ini adalah karya seni, lalu si B yang tidak menganggap itu indah, berpendapat bahwa itu bukanlah karya seni. Masih ambang bukan?

Ditilik dari "sesuatu yang indah", apa sih yang dikandung dari kata "sesuatu" ini? Teritori "sesuatu" ini sampai batas mana sih? Jika di depan kata "seni" kita tambahkan kata "karya", lalu menjadi satu-kesatuan "karya seni". Lalu apakah seni itu berawal dari sesuatu yang diciptakan?

Saya masih angkat bahu, mendefinisikan seni dengan rangkaian kata-kata membuat saya berpikir dangkal mengenai makna seni itu sendiri. Sama halnya dengan definisi seni kontemporer dan seni-seni lainnya. Apa sih yang mendeskripsikan kontemporer itu sendiri? Tugas
akhir kuliah saya beberapa tahun lalu adalah menyelami makna seni kontemporer dan mewujudkannya dalam suatu bentuk bangunan. Hasilnya? Saya merasa seperti merancang bangunan dengan bentuk yang sekenanya, yang kira-kira tidak kuno dan tidak modern, yang kekinian (present). Bentukan itu saya dapat dengan teori kira-kira. Saya seperti anak kecil yang kebingungan menggambarkan istilah-istilah yang sering dilontarkan dalam pergaulannya tetapi sering menuturkannya untuk sekedar ingin terlihat pintar (seperti saat ini?).

Seni kontemporer yang saya dapatkan dari berbagai macam judul buku, dari yang dengan embel-embel "memaknai" sampai dengan yang diawali kata "sejarah", hasilnya mentah. Dari berbagai macam buku tebal tentang kontemporer itu, tidak ada yang menerangkan definisi kontemporer dengan jelas, semuanya ambang. Saya menarik benang merah dengan metode kira-kira. Kira-kira seni kontemporer ya seni yang mengalir mengikuti jaman, ada pada saat ini, bukan lawas dan bukan modern. Sedangkan kata-kata "saat ini" itu sifatnya berjalan. Finalnya, bentuk bangun
an yang saya rancang menjadi seperti aliran air, dengan atap yang melengkung berombak. Tak perlu dibahas, sangat tidak memuaskan.

Menggambarkan makna kontemporer, apalagi menuangkannya menjadi suatu bentukan, itu hanya membuat hati terasa 'ngganjel' saja. Kita memang tidak bisa hanya mengandalkan otak untuk mendalami makna seni. Seni menurut saya sakral sekali esensinya, dan kita sebagai manusia diciptakan lengkap dengan 'perasaan' untuk mencoba meraba seni itu sendiri (ow, yeah?!).

Lalu sejauh mana seseorang bisa dikatakan sebagai seniman? Apakah
seniman itu hanya sekedar seseorang yang membuat karya, dipamerkan, lalu selesai? Jadilah dia seniman. Apakah seniman itu harus tukang gambar diatas kanvas, musisi, tukang pamer karya instalasi, atau bahkan fotografi? (obrolan ini turut disponsori oleh Farid, melanjutkan post sebelumnya). Oke, jika seniman dikatakan sebagai seseorang yang membuat karya seni, akan tetapi apa batasan karya seni itu sendiri sehingga bisa menjadikan seseorang dikatakan sebagai seniman? Teritori karya seniman sampai sejauh apa sih? Bahkan saya bisa mengatakan, bahwa semua orang adalah seniman. Tapi kemudian ada pertanyaan yang mengikuti pernyataan tersebut. Seperti apa sih seseorang yang bisa dikatakan sebagai seniman yang sebenarnya? Yang menurut beberapa pihak, muncul istilah seniman ideal?

Mengenai hal ini, Farid berpendapat bahwa banyak orang yang bisa dan mahir dalam menciptakan karya seni, tapi sedikit sekali orang yang bisa menciptakan karya seni yang bisa menggerakkan publik.

"Kita tidak perlu sok pintar lah dalam memahami seni, aliran seni, pencipta karya seni, tapi ya memang wajar kalau kita masing-masing punya opini tersendiri tentang itu semua. Seperti halnya kita membicarakan mengenai nama besar seniman, okelah nama besar itu bisa didapat dengan karya yang bagus dalam kurun waktu yang berkelanjutan, ya tapi bagusnya cu
ma sampai disitu, dikenal bagus karyanya."

"Banyak seniman yang dikenal dengan karya-karyanya yang wow sampai laris manis terjual mahal ampun, tapi apa sih yang karya mereka hasilkan? Uang? Ya, itu jelas. Nama besar? Oke. Ada lagi selain itu? Mungkin tidak. Tunggu, kita terlalu jauh. Nanti malah jadi sok benar dan sok menghakimi. Begini saja, mari kita bikin karya yang bisa merangkul publik untuk mengerti apa yang kita resahkan dalam keindahan karya kita. Keindahan yang bisa membuat orang bahagia, ternyata juga bisa membuat mereka resah disaat yang sama."

"Apa yang kita resahkan dan tertuang dalam karya kita itulah yang pada akhirnya membuatnya turut meresahkan publik, menggandeng publik untuk sama-sama mendalami dan memikirkannya, bahkan bisa sampai menggerakkan publik. Bonus yang tak ternilai harganya
, bukan?"



Kemudian, saya menyingkirkan embel-embel "seniman" dari dalam
otak saya, dan menarik kesimpulan sendiri (yang entah itu sama dengan yang dimaksud kawan kenamaan saya itu, atau malah menyimpang dan berbeda sama sekali).

Mau seniman kek, mau guru kek, mau pegawai bank, arsitek, atau bahkan ibu rumah tangga biasa seperti saya, ketika kita bisa melakukan sesuatu yang bisa bermakna bagi orang lain, itu jauh lebih tak ternilai harganya dari sekedar kita membuat banyak karya yang mendapat decak kagum dan pujian, bukan? Kesimpulan ini tampak cukup bijak, yeah? (ehm!)

1 comment:

  1. I love the way you say it.... makin ngefans deh saya ahahaha

    ReplyDelete